Ar-Rahman

‏ الرَّحْمنُ (1 (Tuhan) Yang Maha Pemurah. 2) عَلَّمَ الْقُرْآنَ Yang telah mengajarkan Al Qur'an. 3) خَلَقَ الْإِنْسانَ Dia menciptakan manusia, 4) عَلَّمَهُ الْبَيانَ Mengajarnya pandai berbicara. 5) الشَّمْسُ وَ الْقَمَرُ بِحُسْبانٍ Matahari dan bulan ( beredar ) menurut perhitungan. وَ النَّجْمُ وَ الشَّجَرُ يَسْجُدانِ (6) Dan tumbuh- tumbuhan dan pohon-pohonan kedua- duanya tunduk kepada-Nya. وَ السَّماءَ رَفَعَها وَ وَضَعَ الْميزانَ (7) Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca ( keadilan ). أَلاَّ تَطْغَوْا فِي الْميزانِ (8) Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. وَ أَقيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَ لا تُخْسِرُوا الْميزانَ (9) Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. وَ الْأَرْضَ وَضَعَها لِلْأَنامِ (10) Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk ( Nya ). فيها فاكِهَةٌ وَ النَّخْلُ ذاتُ الْأَكْمامِ (11) Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang.(11) وَ الْحَبُّ ذُو الْعَصْفِ وَ الرَّيْحانُ (12) Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga- bunga yang harum baunya. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (13) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. خَلَقَ الْإِنْسانَ مِنْ صَلْصالٍ كَالْفَخَّارِ (14) Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar, وَ خَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مارِجٍ مِنْ نارٍ (15) Dan Dia menciptakan jin dari nyala api. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (16) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. رَبُّ الْمَشْرِقَيْنِ وَ رَبُّ الْمَغْرِبَيْنِ (17) Tuhan yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara kedua tempat terbenamnya. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (18) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيانِ (19) Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu بَيْنَهُما بَرْزَخٌ لا يَبْغِيانِ (20) Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (21) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. يَخْرُجُ مِنْهُمَا اللُّؤْلُؤُ وَ الْمَرْجانُ (22) Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (23) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. وَ لَهُ الْجَوارِ الْمُنْشَآتُ فِي الْبَحْرِ كَالْأَعْلامِ (24) Dan kepunyaan-Nya lah bahtera- bahtera yang tinggi layarnya di lautan laksana gunung- gunung. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (25) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. كُلُّ مَنْ عَلَيْها فانٍ (26) Semua yang ada di bumi itu akan binasa. وَ يَبْقى‏ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَ الْإِكْرامِ (27) Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (28) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. يَسْئَلُهُ مَنْ فِي السَّماواتِ وَ الْأَرْضِ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ في‏ شَأْنٍ (29) Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (30) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. سَنَفْرُغُ لَكُمْ أَيُّهَ الثَّقَلانِ (31) Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu hai manusia dan jin. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (32) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. يا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَ الْإِنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطارِ السَّماواتِ وَ الْأَرْضِ فَانْفُذُوا لا تَنْفُذُونَ إِلاَّ بِسُلْطانٍ (33) Hai jemaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus ( melintasi ) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (34) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. يُرْسَلُ عَلَيْكُما شُواظٌ مِنْ نارٍ وَ نُحاسٌ فَلا تَنْتَصِرانِ (35) Kepada kamu, ( jin dan manusia ) dilepaskan nyala api dan cairan tembaga maka kamu tidak dapat menyelamatkan diri ( daripadanya ). فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (36) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. فَإِذَا انْشَقَّتِ السَّماءُ فَكانَتْ وَرْدَةً كَالدِّهانِ (37) Maka apabila langit terbelah dan menjadi merah mawar seperti ( kilapan ) minyak. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (38) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. فَيَوْمَئِذٍ لا يُسْئَلُ عَنْ ذَنْبِهِ إِنْسٌ وَ لا جَانٌّ (39) Pada waktu itu manusia dan jin tidak ditanya tentang dosanya. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (40) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. يُعْرَفُ الْمُجْرِمُونَ بِسيماهُمْ فَيُؤْخَذُ بِالنَّواصي‏ وَ الْأَقْدامِ (41) Orang- orang yang berdosa dikenal dengan tanda- tandanya, lalu dipegang ubun-ubun dan kaki mereka. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (42) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. هذِهِ جَهَنَّمُ الَّتي‏ يُكَذِّبُ بِهَا الْمُجْرِمُونَ (43) Inilah neraka Jahanam yang didustakan oleh orang- orang berdosa. يَطُوفُونَ بَيْنَها وَ بَيْنَ حَميمٍ آنٍ (44) Mereka berkeliling di antaranya dan di antara air yang mendidih yang memuncak panasnya. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (45) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. وَ لِمَنْ خافَ مَقامَ رَبِّهِ جَنَّتانِ (46) Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (47) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. ذَواتا أَفْنانٍ (48) Kedua surga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (49) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. فيهِما عَيْنانِ تَجْرِيانِ (50) Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang mengalir. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (51) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. فيهِما مِنْ كُلِّ فاكِهَةٍ زَوْجانِ (52) Di dalam kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasangan. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (53) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. مُتَّكِئينَ عَلى‏ فُرُشٍ بَطائِنُها مِنْ إِسْتَبْرَقٍ وَ جَنَى الْجَنَّتَيْنِ دانٍ (54) Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutra. Dan buah-buahan kedua surga itu dapat ( dipetik ) dari dekat. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (55) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. فيهِنَّ قاصِراتُ الطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَ لا جَانٌّ (56) Di dalam surga itu ada bidadari- bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka ( penghuni- penghuni surga yang menjadi suami mereka ) dan tidak pula oleh jin. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (57) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. كَأَنَّهُنَّ الْياقُوتُ وَ الْمَرْجانُ (58) Seakan- akan bidadari itu permata yakut dan marjan. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (59) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. هَلْ جَزاءُ الْإِحْسانِ إِلاَّ الْإِحْسانُ (60) Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan ( pula ). فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (61) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. وَ مِنْ دُونِهِما جَنَّتانِ (62) Dan selain dari dua surga itu ada dua surga lagi. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (63) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan, مُدْهامَّتانِ (64) Kedua surga itu ( kelihatan ) hijau tua warnanya. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (65) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. فيهِما عَيْنانِ نَضَّاخَتانِ (66) Di dalam kedua surga itu ada dua mata air yang memancar. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (67) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. فيهِما فاكِهَةٌ وَ نَخْلٌ وَ رُمَّانٌ (68) Di dalam keduanya ada (macam- macam ) buah-buahan dan kurma serta delima. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (69) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. فيهِنَّ خَيْراتٌ حِسانٌ (70) Di dalam surga- surga itu ada bidadari- bidadari yang baik- baik lagi cantik- cantik. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (71) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. حُورٌ مَقْصُوراتٌ فِي الْخِيامِ (72) (Bidadari- bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (73) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَ لا جَانٌّ (74) Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka ( penghuni- penghuni surga yang menjadi suami mereka ) dan tidak pula oleh jin. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (75) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. مُتَّكِئينَ عَلى‏ رَفْرَفٍ خُضْرٍ وَ عَبْقَرِيٍّ حِسانٍ (76) Mereka bertelekan pada bantal- bantal yang hijau dan permadani- permadani yang indah. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ (77) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. تَبارَكَ اسْمُ رَبِّكَ ذِي الْجَلالِ وَ الْإِكْرامِ (78) Maha Agung nama Tuhanmu Yang Mempunyai kebesaran dan karunia.
Sesungguhnya surga itu memiliki banyak pintu, salah satunya disebut AR-RAYYAN artinya 'Basah melimpah'. Nanti akan dipanggilah pada hari kiamat "wahai mana orang-orang yang berpuasa?" lalu bila orang terakhir dari mereka telah masuk ke dalam pintu tersebut, maka pintu itu pun ditutuplah (Sabda Nabi Muhammad SAW. HR Bukhari dan Muslim) Apakah tabungan puasa kita yang telah terkumpul dari tahun ke tahun itu cukup untuk membuka AR-RAYYAN, salah satu pintu surga yang termasyur itu? Tentu hanya Tuhan yang tahu. Tapi setidakknya kita harus yakin dahulu.

PENGABDIAN YANG PROFESIONAL



Pendidikan merupakan sarana yang sangat strategis dan ampuh dalam mengangkat harkat dan martabat bangsa. Bangsa yang mengutamanakan pendidikan akan melahirkan peradaban yang tinggi dan tidak gampang dijajah bangsa lain. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi (dalam Rama: 2007) berpendapat bahwa sangat mustahil suatu bangsa bisa menjadi maju tanpa melakukan pemerataan dan peningkatan pendidikan-pengajaran. Ia sangat yakin bahwa dengan memperhatikan pendidikan maka suatu bangsa akan menjadi lebih maju dan berkualitas moral dan kehidupan agamannya, ekonominya, kesehatannya, sosial budaya dan peradabannya, stabilitas keamanannya, dan yang lainnya.
Salah satu faktor yang menentukan berhasil dan majunya pendidikan di suatu bangsa adalah guru atau pendidik. Perhatian serius pemerintah terhadap perbaikan mutu dan kesejahteraan guru sangatlah penting. Namun, hal itu  memunculkan  berbagai tanggapan baik positif maupun negatif. Beberapa tanggapan itu antara lain guru dikatakan sudah bukan sebuah pengabdian karena guru dianggap lebih mendahulukan materi atau kesejahteraan dibandingkan perhatiannya terhadap pelayanan terhadap peserta peserta didik. Dalam Radar Lampung, Sabtu 16 Juni 2012 seorang pengajar Prodi Sendratasik FKIP Unlam Banjarmasin berpendapat bahwa semakin lama sangatlah sulit untuk menemukan pribadi-pribadi yang bersedia mengamalkan baktinya untuk menjadi guru tanpa dibarengi adanya tuntutan materi. Bahkan, dari keprihatinan terhadap guru pada tanggal  08 Februari 2012 telah lahir Sekolah Guru Indonesia (SGI).  Sekolah Guru Indonesia (SGI) adalah salah satu jejaring divisi pendidikan Dompet Dhuafa yang berkomitmen melahirkan guru model yang memiliki kompetensi mengajar, mendidik dan memimpin. Sekolah Guru Indonesia didedikasikan bagi para pemuda Indonesia yang siap mengabdikan diri menjadi guru model serta siap berkontribusi bagi kemajuan pendidikan di seluruh penjuru Nusantara. Tentu masih banyak tanggapan lainnya, yang intinya ada yang berupa apriori terhadap guru dan ada pula memberi masukkan bahkan aksi demi peningkatan kualtitas guru.
Berdasarkan tanggapan-tanggapan di atas walaupun mungkin tidak sepenuhnya mewakili semua gambaran keadaan dilapangan yang menggambarkan keadaan guru, penulis membahas guru dan pengabdiannya.  Tulisan ini diberi judul “ Menjadi Guru adalah Sebuah Pengabdian”. Dalam tulisan ini dibahas hakikat guru, guru profesional, guru sebagai pengabdian, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengabdian guru.
Bagaimana guru profesional yang mengabdi itu?
Penulisan mengemukakan beberapa pandangan tentang guru profesional sebagai sebuah pengabdian dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, dengan harapan semoga kita sebagai guru dan pembaca pada umumnya lebih memahami dan menghayati  betapa pentingnya pengabdian dalam melaksanakan tugas sebagai guru profesional.
 Hakikat Guru
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dimaksud pendidik adalah tenaga yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Bab XI Pasal 39 ayat (2) menyebutkan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada pergururan tinggi.
Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007  Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dalam Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia yang disusun oleh Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Jakarta tahun 2008, guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar.
Dari berbagai pengertian di atas dapat dikatakan bahwa  tidak sembarang orang dapat menjadi guru. Guru harus memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru dengan berbagai tugas yang harus ia pikul sebagai tanggung jawabnya.
Guru Profesional
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Howard M. Vollmer dan Donald L. Mills (dalam Mahsunah: 2012) mengatakan bahwa profesi adalah sebuah jabatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus, yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai keterampilan atau keahlian dalam melayani atau memeberikan advis pada orang lain dengan memperoleh upah dan gaji dalam jumlah tertentu.
Berkaitan dengan profesionalitas guru maka melekat kewajiban dan hak guru. Sudah selayaknya guru sebagai pekerja profesi mendapat kepastian jaminan hak dan kewajiban serta legitimasi keprofesiannya.
Sebagai pengajar, guru membina kecerdasan intelektual peserta didik. Sedangkan sebagai pendidik, guru membina kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan sosial peserta didik.
Oleh karena itu, Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen mengamanatkan bahwa untuk melaksanakan tugasnya guru harus memiliki 1) kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, 2) kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan guru yang mencerminkan sebuah kepribadian yang mantap, berbudi pekerti luhur, wibawa dan bisa menjadi tauladan yang baik bagi siswa-siswanya, 3) Kompetensi Sosial, Yaitu kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan siswa, sesama guru, orang tua siswa dan masyarakat, 4) kompetensi profesional, yaitu kemampuan guru dalam menguasai materi pelajaran secara luas dan mendalam
Guru sebagai Pengabdian
Dalam Kamus Bahasa Indonesia mengabdi diartikan  menghamba; menghambakan diri; berbakti. Pengabdian adalah suatu tindakan yang dilandasi dengan keikhlasan dan kelapangan untuk membantu, bahkan diikuti pengorbanan. Dengan demikian, pengabdian adalah perbuatan atau pikiran sebagai perwujudan kesetiaan, cinta, kasih sayang, hormat yang dilakukan penuh keihlasan.
Sebagai seorang guru kita perlu  berinstropeksi ketika mendapat kritikan atas pelaksanaan tugas yang kita lakukan. Kadang-kadang masyarakat berpendapat bahwa pengabdian guru pada jaman dulu sangat menonjol dibandingkan dengan pemenuhan kebutuhan materi.  Menjadi guru dituntut untuk tidak berorientasi pada material, menjadi guru dituntut berpikir fokus kepada peserta didik, guru untuk tidak  berorientasi pada honor yang didapatkan tiap bulannya, menjadi guru harus paham posisinya di masyarakat, dan menjadi guru adalah teladan yang tidak berorientasi pada kemewahan.
Namun siapa yang akan menanggung kesejahteraannya? Apakah guru tidak berhak sejahtera? Ketika pemerintah berusaha menjawabnya dengan sistem sertifikasi guru. Muncul pertanyaan, benarkah dengan adanya sertifikasi membuat benar-benar menjadi seorang guru.
Fungsi dan tugas guru begitu kompleks. Guru dituntut serba bisa. Hanya seorang serba bisa dan multitalenta yang bisa menjadi guru. Guru adalah pakar psikologi, guru dituntut memahami psikologis peserta didiknya, bahkan harus berurusan dengan psikologi orangtuanya. Guru adalah administrator yang hebat, guru dituntut membuat segala administrasi. Guru adalah manajer yang mumpuni,  guru dituntut memanajer kelas dengan baik, dengan segala siswa yang heterogen. Guru adalah organisator profesional, guru dituntut untuk membuat perencanaan, organisasi kegiatan pembelajaran, hingga monitoring dan evaluasi, bahkan menjadi organisator kegiatan perpisahan peserta didik. Guru adalah artis yang dielu-elukan; dimana dia dituntut berperan saat pembelajaran agar siswanya mengerti, sehingga orang perlu menulis ciri-ciri guru yang disenangi muridnya. Guru adalah arsitektur yang kokoh, guru dituntut mendesain pembelajaran hingga membangun karakter siswanya. Guru adalah orangtua nonbiologis, guru bertanggung jawab mungkin saja lebih besar dari tanggung jawab orang tua kandung peserta didik di luar nafkah yang diberikan orang tua. Lalu berapa rupiahkah yang harus kita bayar dengan segala profesi yang melekat pada seorang guru? Tentu tidaklah cukup menghargai guru dengan hitungan nominal. Belum lagi jika peran yang dituntut dari guru  di dalam kehidupan masyarakat.
Idealnya pilihan seseorang untuk menjadi guru adalah panggilan jiwa untuk memberikan pengabdian pada sesama manusia dengan mendidik, mengajar, membimbing, dan melatih, yang diwujudkan dalam proses belajar-mengajar serta pemberian bimbingan dan pengarahan kepada peserta didik agar mencapai kedewasaan masing-masing
Pengabdi yang Profesional
Seorang guru selain harus profesional dengan berbagai persyaratan yang harus ia penuhi sebagai syarat keprofesionalannya, hendaknya melekat  pada dirinya nilai-nilai  pengabdian,  keikhlasan dalam melaksanakan setiap tugas dan tanggung jawabnya, mengajar dan mendidik karena mencari rida Allah, suci dan bersih tidak penuh dengan tipu muslihat,, daya juang yang tinggi (tangguh) untuk mewujudkan tercapainya tujuan, komitmen yang tinggi untuk menjaga harkat dan martabat sebagai guru, melaksanakan tugas dan kewajiban penuh gairah dan warna,,  mengutamakan pelayanan diatas keuntungan sendiri,, manusiawi, memandang dan memperlakukan  peserta didik sebagai manusia yang harus disayangi dengan segala keterbatasannya, selalu belajar dan haus akan ilmu sehingga tidak tertinggal dengan perkembangan zaman.
Pengabdian bukalah sekadar rutinitas. Apa pun yang dikerjakan seolah hanya menjadi penggugur kewajiban saja. Cepat stres jika tak mampu menangani persoalan. Hampir tak ada satu pun inovasi yang lahir dari gagasan pemikirannya. Kabar buruknya, lama usia pengabdian tak berbanding lurus dengan karya dan prestasi yang ditorehkan. 
Jika profesional  diukur dengan apa yang diberi sebanding dengan apa yang diterima diterapkan dalam pendidikan tentu kita sulit untuk menentukan besarannya. Apalagi peran guru tidak dapat digantikan oleh perangkat atau teknologi pembelajaran apapun.  Di sinilah pentingnya pengabdian, pengabdian tumbuh dari adanya rasa tanggung jawab dan kecintaan, dari pengabdian melahirkan pengorbanan. Tentu tidaklah mudah menjalankan tugas guru yang demikian itu karena guru mengajar dan mendidik peserta didik sebagai organisme  dengan berbagai faktor pengikutnya. Lalu, adakah seorang manusia paripurna atau insan kamil yang mampu menjadi manusia guru seperti itu? Tentu saja tidak banyak orang seperti itu. Namun, dengan berlandaskan panggilan nurani dan profesionalisme yang kita miliki dan terus belajar demi perbaikan diri tentu kita akan lebih memiliki makna bagi kemajuan anak didik kita. Guru itu kehidupan, bukan penghidupan. Guru berkarya untuk kehidupan bukan bekerja untuk penghidupan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengabdian Guru
Agar pengabdian yang profesional dapat terwujud tentu guru tidak dapat hanya mengandalkan dirinya sendiri. Berbagai faktor baik dari dalam maupun luar guru akan mempengaruhi proses pengabdian guru. Oleh karena itu, berbagai pemangku kepentingan harus membantu guru. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengabdian guru adalah
         a.  kondisi dan kemauan guru,
-      kondisi fisik dan mental
-      motivasi
-      kedisiplinan
-      etika
b.     kemampuan dan usaha yang dilakukan,
-      tingkat pendidikan guru
-      pengembangan keprofesian
     c.      dukungan pemerintah.
-      perhatian dan keseriusan pemerintah dalam meningkatkan mutu dan kesejahteraan guru,
-      sarana-prasarana dan media teknologi pembelajaran,
-      supervisi,
-      iklim yang kondusif,
-      manajemen kepemimpinan,
-      jaminan sosial dan kesehatan,
-      penghargaan
Simpulan
    1)   Guru profesional dapat menjalankan tugasnya dengan bermakna jika dilandasi rasa                     pengabdian,
  2)    Dukungan kepada guru agar guru dapat mengabdikan diri dalam melaksanakan tugasnya secara profesional sangat diperlukan dari berbagai,
          Saran
1)     Guru hendaknya tidak henti-hentinya mengenali diri agar dapat melaksanakan dan mengembangkan tugas profesinya dengan penuh pengabdian,
2)     Pemerintah diharapkan terus memfasilitasi guru dalam pengabdiannya diantaranya dengan berusaha mewujudkan 8 standar nasional pendidkan.

DAFTAR PUSTAKA


Harmita, Yuli. 2012. “Guru adalah Pekerjaan Pengabdian?” Kompasiana, (online),(http://edukasi.kompasiana.com/2012/01/18/guru-adalah-pekerjaan-pengabdian-431859.html, (diakses Rabu, 1 Mei 2013)
Mahsunah, Dian. 2012. Kebijakan Pengembangan Profesi. Jakarta: Badan PSDMPK-MPM
Peraturan Meneteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
Rama, Bahaking. 2007. “Beberapa Pandangan tentang Guru Sebagai Pendidik.” Lentera Pendidikan, EdisiX, hal 15-30)
Sejarah Singkat Sekolah Guru Indonesia (online) (http://www.sekolahguruindonesia.net.) (diakses Rabu, 1 Mei 2013)
Tim Penyusun  Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanl
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.