Penulis Indonesia yang hidup liar dan meninggal dalam usia muda, tetapi memiliki pengaruh yang mendalam pada puisi dan prosa Indonesia pascakemerdekaan. Baik dalam puisi dan prosa, Chairil adalah arsitek utama dari revolusi sastra Indonesia. Dia merilis puisi dari ikatan bentuk-bentuk tradisional dan bahasa, dan tantangan idealis nya, "Aku mau hidup seribu tahun lagi" ,telah membuatnya menjadi ikon seni. Ia dianggap sebagai tokoh utama dari Angkatan Empatpuluh Lima ("generasi 1945") dan salah satu penyair terbesar negaranya.
AkuChairil Anwar lahir di Medan, Sumatera Timur, keluarganya kemudian pindah ke Jakarta. Tidak banyak yang diketahui tentang orang tuanya. Dalam salah satu puisi ia menulis: "! Ibuku tertidur, terisak-isak, / kerumunan Penjara selalu kesepian, / Bahkan ayah saya membentang, bosan, / Matanya tertuju pada salib berukir-batu". Pendidikan formal Chairil pendek. Setelah menghadiri sekolah dasar, ia belajar di sebuah sekolah menengah berbahasa Belanda di Mulo.
Kalau sampai waktuku 'Ku mau tak seorang 'kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi
(oleh Chairil Anwar, Maret 1943)
Chairil mulai menulis ketika remaja, sebelum ia pindah ke Jakarta pada tahun 1940, di mana ia hidup gelisah, bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Ia bekerja di dewan redaksi Gema Suasana , tapi jarang terlihat di kantor. Chairil menghabiskan lebih banyak waktu dalam bergaul dengan teman-temannya. "Ketika aku mati aku tidak ingin hal itu terjadi di tempat tidur. Aku ingin mati di tengah jalan," Chairil pernah berkata. Dari pernikahan singkat ia memiliki seorang putri. Selama pendudukan Jepang ia disiksa oleh polisi. Dia tahu beberapa anggota perlawanan, namun tidak aktif terlibat dalam gerakan. Chairil meninggal pada tanggal 28 April 1949, di Jakarta.Dia menderita sifilis, TBC, typhys, dan sirosis hati.
Chairil bertugas di dewan redaksi salah satu jurnal sastra paling penting, Siasat (Strategi), yang muncul pada tahun 1947.Kolom budaya, yang disebut "Gelanggang" (Forum), menarik sejumlah penulis muda dan seniman yang tergabung dalam "Angkatan 45". Ini gerakan sastra dan budaya sadar politik, menggambarkan dirinya sebagai suara revolusi Indonesia, yang diidentifikasi dengan modernisme Eropa dalam mencari bentuk-bentuk sastra baru dan aksen. Dari generasi ini muncul antara lain penulis seperti Pramoedya Ananta Toer dan Mochtar Lubis..
Di antara puisi Chairil yang paling terkenal adalah "Aku" (1943), sebuah seruan untuk kebebasan dan kehidupan ("Aku mau Hidup Seribu tahun Lagi"). Puisi lain dari periode ini adalah 'Diponegro,' judul mengacu pada pahlawan abad kesembilan belas awal perjuangan nasional Indonesia.
Selama hidupnya karyanya diterbitkan hanya di majalah, tetapi ada beberapa buku anumerta, pertama yang Deru Debu tjampur (1949),Kerikil Tadjam dan Jang Terampas Dan Jang Putus (1951). Chairil menulis kurang dari tujuh puluh puisi, beberapa esai dan alamat radio, dan beberapa terjemahan fragmentaris. Karena pengaruhnya, bahasa Indonesia berkembang mencapai kesetaraan dengan bahasa lain sebagai media sastra. Puisi Chairil lengkap dan prosa telah diterbitkan dalam bahasa Inggris di The Voice of the Night (1992), diterjemahkan oleh Burton Raffel.
- Deru Debu tjampur, 1949
- Kerikil tadjam Dan Jang terampas das Jang Putus, 1949
- Tiga Menguak Takdir, 1950 (dengan Asrul Sani dan Ribai Apin)
- Chairil Anwar, Pelopor Angkatan 45, 1956
- Dipilih Poems, 1964 (diterjemahkan oleh Burton Raffel dan Nurdin Salam, rev. Robert H. Glauber)
- Puisi Lengkap dan Prose of Chairil Anwar, 1970 (diedit dan diterjemahkan oleh Burton Raffel)
- Aku inisial Bintang Jalang, 1986
- Voice of the Night: Puisi Prosa Dan Lengkap Dari Chairil Anwar, 1992 (terjemahan direvisi oleh Burton Raffel)
- Derai-derai Cemara, 1999
Sumber:
http://www.kirjasto.sci.fi/chairil.htm
http://www.muurgedichten.nl/anwar.html